Mahfud MD: Kalau Antasari Ajukan Grasi Berarti Mengakui Bersalah
WARTAGAS.COM - Bekas Ketua KPK Antasari Azhar dinilai berada di persimpangan jalan. Kalau mengajukan grasi kepada presiden berarti mengakui bersalah.
Sedangkan upaya hukum yang lain tidak ada lagi setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung. Ini artinya, menjalankan hukuman 18 tahun penjara.
“Yang paling realistis, Antasari ajukan grasi kepada presiden. Tapi ini tentu berat. Sebab, mengakui perbuatan bersalah,’’ ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diberitakan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Antasari 18 tahun penjara karena terlibat dalam pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan Antasari. Begitu juga pengajuan PK. Yang menangani perkara ini adalah Harifin Tumpa, Joko Sarwoko, Komariah Sapardjaya, Imron Anwari, dan Hatta Ali.
Mahfud MD selanjutnya mengatakan, permohonan PK itu merupakan upaya terakhir, tidak ada lagi pengajuan PK lagi. Yang bisa mengurangi hukuman hanya pengajuan grasi.
Berikut kutipan selengkapnya, seperti yang dilansir oleh RMOL.co (18/1):
BACA JUGA: Dapat Grasi dari Presiden Jokowi, Antasari Dinyatakan Bebas Murni
Antasari selalu bilang kasusnya merupakan rekayasa, apa mungkin mengakui bersalah?
Itu masalahnya. Secara psikologis permintaan grasi tersebut sangat berat bagi Antasari. Sebab, bila permintaan itu dilayangkan, berarti Antasari menerima hukuman dan mengakui bersalah. Selama ini kan Antasari merasa kasusnya rekayasa. Artinya, tidak bersalah.
Kalau Anda di posisi Antasari apa mau mengajukan grasi?
Ha-ha-ha, saya tidak membayangkan diri saya ada di posisi Antasari. Ada-ada saja pertanyaan Anda, nakut-nakuti saja, ha-ha-ha.
Tanggapan Anda mengenai MK menolak permohanan PK itu?
Secara yuridis formal vonis MA itu sudah final. Itu final di atas final. Suka atau tidak suka, harus diterima. Itu cara kita bernegara hukum. Vonis pengadilan harus dipatuhi dan dilaksanakan.
Apa putusan hakim itu sudah benar?
Saya tidak tahu dasar putusan tersebut secara filosofis, karena vonis lengkapnya belum dipublikasikan. Tapi secara yuridis vonis itu memang sudah final.
Apa Anda memprediksi PK itu bakal ditolak MA?
Terus terang saya tidak memprediksi apapun sebelumnya. Yang jelas, permohonan PK itu bisa ditolak atau diterima. Itu kan tergantung keyakinan hakim.
Yakin putusan ini berdasarkan pertimbangan hukum atau ada intervensi?
Saya tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Apalagi mengenai intervensi politik. Nanti bisa kemana-mana efeknya. Padahal vonis sudah final.
Keluarga Antasari menduga ada unsur politis, tanggapan Anda?
Saya tidak mau berspekulasi apakah vonis itu terdapat unsur politis atau tidak. Sebab, apabila sudah dilihat dari kaca mata politik, masalahnya bisa kontroversial dan merambah kemana-mana.
Saya hanya mau melihat dari kaca mata hukum saja, yakni putusan PK itu adalah produk upaya hukum luar biasa yang mengikat dan harus dilaksanakan.
Apa hakim tidak menghiraukan bukti baru yang diajukan Antasari?
Saya tidak tahu persis soal itu. Tapi apa yang dikatakan novum oleh pemohon dalam faktanya bisa saja bukan novum. Atau bisa saja itu memang novum. Tapi tidak mempengaruhi keyakinan hakim tentang kebenaran materiil seperti telah diputus tiga tingkatan pengadilan sebelumnya.
Mungkin novumnya ada, tapi ada bukti-bukti lain yang lebih kuat yang sudah dipakai oleh para hakim sebelum tingkat PK, sehingga novum tersebut dianggap tidak signifikan.
Apa putusan MA itu ada hubungannya dengan pencabutan kode etik hakim?
Dalam pemeriksaan PK, hanya ada dua pertimbangan pokok. Pertama, adanya novum yang signifikan. Kedua, adanya kesalahan hakim sebelumnya dalam menerapkan hukum.
Namun terkait pelanggaran kode etik, itu urusan lain. Bukan urusan hakim PK, dan ada jalurnya sendiri.
Pihak pengacara Antasari berniat mengajukan PK diatas PK, tanggapan anda?
Ya, memang ada yang mengajukan ide seperti itu. Namun menurut saya ide tersebut tidak tepat, karena PK merupakan upaya hukum luar biasa yang bisa dilakukan hanya satu kali. Demi hukum harus diterima bahwa PK itu adalah yang paling akhir dari yang terakhir.
Tapi kan pernah ada yang melakukan itu?
Dalam pengalaman memang pernah ada yang mengajukan PK di atas PK. Tetapi saya berpendapat, hal itu tidak benar dan mengombang-ambingkan vonis hakim yang sudah panjang. Makanya ke depan tidak boleh lagi ada PK di atas PK.
Laporan: Tim WartaGAS
Sumber: RMOL.co
![]() |
Mahfud MD - Foto: Net |
Sedangkan upaya hukum yang lain tidak ada lagi setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung. Ini artinya, menjalankan hukuman 18 tahun penjara.
“Yang paling realistis, Antasari ajukan grasi kepada presiden. Tapi ini tentu berat. Sebab, mengakui perbuatan bersalah,’’ ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diberitakan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Antasari 18 tahun penjara karena terlibat dalam pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan Antasari. Begitu juga pengajuan PK. Yang menangani perkara ini adalah Harifin Tumpa, Joko Sarwoko, Komariah Sapardjaya, Imron Anwari, dan Hatta Ali.
Mahfud MD selanjutnya mengatakan, permohonan PK itu merupakan upaya terakhir, tidak ada lagi pengajuan PK lagi. Yang bisa mengurangi hukuman hanya pengajuan grasi.
Berikut kutipan selengkapnya, seperti yang dilansir oleh RMOL.co (18/1):
BACA JUGA: Dapat Grasi dari Presiden Jokowi, Antasari Dinyatakan Bebas Murni
Antasari selalu bilang kasusnya merupakan rekayasa, apa mungkin mengakui bersalah?
Itu masalahnya. Secara psikologis permintaan grasi tersebut sangat berat bagi Antasari. Sebab, bila permintaan itu dilayangkan, berarti Antasari menerima hukuman dan mengakui bersalah. Selama ini kan Antasari merasa kasusnya rekayasa. Artinya, tidak bersalah.
Kalau Anda di posisi Antasari apa mau mengajukan grasi?
Ha-ha-ha, saya tidak membayangkan diri saya ada di posisi Antasari. Ada-ada saja pertanyaan Anda, nakut-nakuti saja, ha-ha-ha.
Tanggapan Anda mengenai MK menolak permohanan PK itu?
Secara yuridis formal vonis MA itu sudah final. Itu final di atas final. Suka atau tidak suka, harus diterima. Itu cara kita bernegara hukum. Vonis pengadilan harus dipatuhi dan dilaksanakan.
Apa putusan hakim itu sudah benar?
Saya tidak tahu dasar putusan tersebut secara filosofis, karena vonis lengkapnya belum dipublikasikan. Tapi secara yuridis vonis itu memang sudah final.
Apa Anda memprediksi PK itu bakal ditolak MA?
Terus terang saya tidak memprediksi apapun sebelumnya. Yang jelas, permohonan PK itu bisa ditolak atau diterima. Itu kan tergantung keyakinan hakim.
Yakin putusan ini berdasarkan pertimbangan hukum atau ada intervensi?
Saya tidak mau berspekulasi terlalu jauh. Apalagi mengenai intervensi politik. Nanti bisa kemana-mana efeknya. Padahal vonis sudah final.
Keluarga Antasari menduga ada unsur politis, tanggapan Anda?
Saya tidak mau berspekulasi apakah vonis itu terdapat unsur politis atau tidak. Sebab, apabila sudah dilihat dari kaca mata politik, masalahnya bisa kontroversial dan merambah kemana-mana.
Saya hanya mau melihat dari kaca mata hukum saja, yakni putusan PK itu adalah produk upaya hukum luar biasa yang mengikat dan harus dilaksanakan.
Apa hakim tidak menghiraukan bukti baru yang diajukan Antasari?
Saya tidak tahu persis soal itu. Tapi apa yang dikatakan novum oleh pemohon dalam faktanya bisa saja bukan novum. Atau bisa saja itu memang novum. Tapi tidak mempengaruhi keyakinan hakim tentang kebenaran materiil seperti telah diputus tiga tingkatan pengadilan sebelumnya.
Mungkin novumnya ada, tapi ada bukti-bukti lain yang lebih kuat yang sudah dipakai oleh para hakim sebelum tingkat PK, sehingga novum tersebut dianggap tidak signifikan.
Apa putusan MA itu ada hubungannya dengan pencabutan kode etik hakim?
Dalam pemeriksaan PK, hanya ada dua pertimbangan pokok. Pertama, adanya novum yang signifikan. Kedua, adanya kesalahan hakim sebelumnya dalam menerapkan hukum.
Namun terkait pelanggaran kode etik, itu urusan lain. Bukan urusan hakim PK, dan ada jalurnya sendiri.
Pihak pengacara Antasari berniat mengajukan PK diatas PK, tanggapan anda?
Ya, memang ada yang mengajukan ide seperti itu. Namun menurut saya ide tersebut tidak tepat, karena PK merupakan upaya hukum luar biasa yang bisa dilakukan hanya satu kali. Demi hukum harus diterima bahwa PK itu adalah yang paling akhir dari yang terakhir.
Tapi kan pernah ada yang melakukan itu?
Dalam pengalaman memang pernah ada yang mengajukan PK di atas PK. Tetapi saya berpendapat, hal itu tidak benar dan mengombang-ambingkan vonis hakim yang sudah panjang. Makanya ke depan tidak boleh lagi ada PK di atas PK.
Laporan: Tim WartaGAS
Sumber: RMOL.co
loading...
No comments